Tuesday, May 3, 2011

KEBEBASAN PERS

Indonesia Urutan 100 Soal Kebebasan Pers
Kebebasan pers di Indonesia dalam pandangan LSM pemantau media internasional berada dalam urutan ke-100 dari 167 negara yang disurvei oleh sebuah lembaga yang bernama Reporters Without Borders (RWB).


Dalam indeks kebebasan pers 2007, posisi Indonesia berada di urutan nomor dua, di bawah Kamboja yang menempati tempat teratas untuk kawasan Asia Tenggara.

Berdasarkan indeks tersebut, freedom of the press di negara-negara Asia Timur umumnya lebih baik ketimbang di kawasan Asia Tenggara.

Kebebsan pers di Asia Timur berada di urutan 30-40, kecuali Republik Rakyat China (RRC). Bahkan kebebasan pers di negara Timor Leste lebih baik ketimbang Indonesia, yakni di posisi ke-92.

Dalam indeks yang hanya memasukkan unsur minimnya kekerasan ataupun ancaman bagi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya itu, posisi kebebasan pers di 10 negara ASEAN secara berurutan adalah; Kamboja (85), Indonesia (100), Brunei (118), Malaysia (124), dan Filipina di urutan 128.

Kemudian urutan ke-6 adalah Thailand (138), diikuti Singapura (141), Laos (161), Vietnam (162) dan terakhir Myanmar yang menempati peringkat ke-164.

Penilaian indeks itu juga terpisah dari faktor kualitas wartawan di masing-masing negara. Kematian wartawan dan kekerasan baik langsung maupun tidak langsung lebih menempati pertimbangan utama.

Kebebasan pers di Asia Timur peringkat pertama ditempati Taiwan yang berada di urutan ke-32, kemudian diikuti Jepang (37) , Korea Selatan (39), Hong Kong (61). Sedangkan China menempati urutan ke-163, atau nomor tujuh dari bawah.

Sementara kebebasan pers di Australia, menempati posisi ke-28, jauh di atas Amerika Serikat, sumber kebebasan pers itu sendiri, yang menempati urutan ke-48.

Menurut Kepala Perwakilan Reporters Without Borders (RWB) di Tokyo, Michel Temman, Minggu, wartawan di Asia perlu bekerja sama secara lebih kuat untuk bisa menghasilkan kualitas jurnalistik yang tangguh.

"Kerja sama akan mendorong tumbuhnya kegiatan jurnalistik yang berkualitas, dan itu akan mendorong terciptanya iklim kebebasan pers yang semakin baik," katanya.

Namun demikian, kata Temman yang bekerja untuk harian terkemuka Prancis, Libertion FR, pers Asia harus segera membenahi dirinya sehingga akan cepat mencari bentuknya yang kuat di tengah tekanan globalisasi media.

"Hal mendasar yang perlu terus dipertahankan untuk menjadi wartawan yang baik adalah dengan berada di lapangan. Mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi," kata Temman yang pernah mengalami pahitnya meliput di Timor Leste saat berpisah dari Indonesia.

Temman menyampaikan, kecenderungan globalisasi media telah menjadikan media sebagai industri yang cenderung mengabaikan kualitas jurnalistik. Padahal pers merupakan perpanjangan tangan dari hak-hak sipil publik.

"Dalam kondisi seperti itulah dibutuhkan pers yang secara bebas dapat mewakili publik untuk mengakses informasi," ujarnya lagi.

Baca Artikel Terkait lainnya



No comments:

Post a Comment